Salah satu kabar baik yang datang dari Liga Spanyol musim ini adalah kembalinya Valencia ke papan atas. Jika beberapa musim terakhir ini ada Atletico Madrid yang mampu mengimbangi dominasi duo raksasa Liga Spanyol Real Madrid dan Barcelona, dahulu diakhir 90an hingga awal 2000an ada Valencia yang saat itu dilatih oleh Rafa Benitez yang menjadi trendsetter formasi 4231 murni dengan memakai 3 gelandang serang yang menopang 1 striker didepannya bukan modifikasi dari 442 yang memakai 1 striker utama dan second striker yang bergerak bebas juga 2 pemain sayap yang hanya menyisir kedua sisi lapangan.
Mengingat valencia juga mengingatkan saya tentang kisah nostalgia di masa remaja awal, kisah seorang bocah yang pernah memakai seragam valencia.
******
Tahun 2002 sepulang sekolah SD, beberapa hari sebelum sunat aku dan kakak pergi kerumah Pak Lek untuk meminjam kamera analog yang akan digunakan untuk mengabadikan salah satu momen penting dalam hidupku dan juga menagih janji Pak Lek yang akan menghadiahkan kaos bola jika aku berani sunat. “mau kaos klub apa kamu Le?” tanya Pak Lek menawarkan, “kaos Valencia dengan nama Aimar dibelakangnya” jawabku bersemangat, “ lha kenapa kok Valencia?” Pak Lek kembali bertanya, “karena valencia juara, Pak Lek...”jawabku cepat.
Aku tak tahu sejak kapan tepatnya aku mulai menyukai sepakbola, hanya saja sejak kecil aku merasa bahagia ketika menendang bola bersama teman-teman, satu bola dengan dua gawang yang terbuat dari pecahan batu bata, tanpa kiper, tanpa wasit, tanpa aturan, ketika salah satu bocah mencetak gol semua ikut merayakan entah kawan entah lawan tak ada pertengkaran semua bahagia.
Sejak aku mengetahui Pak Dhe yang seorang Guru Olahraga berlangganan tabloid Bola dan Motor Plus yang terbit seminggu sekali setiap hari kamis, seringkali aku dolan kerumah Pak Dhe untuk membaca tabloid dan mengikuti perkembangan dunia sepakbola. Karena jarak rumah kami yang lumayan jauh untuk seorah bocah SD aku memutuskan untuk kesana setiap hari jumat usai melaksanakan ibadah sholat jumat aku tak langsung pulang, aku biasanya mampir terlebih dahulu ke rumah Pak Dhe yang berjarak sekitar 100m dari Masjid Desa.
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri, masa-masa dimana seseorang ingin menentukan sepeti apa jalan hidupnya, ada beberapa orang yang mampu memilih dengan tegas, mendeskripsikan dirinya sendiri, memilih hobi tertentu, menekuni suatu hal, suatu profesi, menyukai aliran musik tertentu, dan memilih pasangan diusia yang sangat muda. Namun ada beberapa orang lainnya yang harus melewati jalan panjang bertahun-tahun, gonta ganti gaya pakaian, beberapa gaya rambut, beberapa aliran musik, dan beberapa kisah kasih untuk bisa medeskripsikan dirinya sendiri.
Sebelum akhirnya aku memilih klub Arsenal sebagai klub yang aku dukung, di masa anak-anak aku pernah memilih mendukung beberapa klub dengan bermacam-macam alasan mengapa aku harus mendukung klub tersebut, ada klub yang aku dukung karena aku menyukai desain seragamnya kemudian membeli kaosnya, ada klub yang aku dukung karena banyak menangi liga suatu negara, ada juga karena hebat di liga champion eropa.
Hingga dikemudian hari tahun 2004 setelah membeli tabloid Soccer dengan edisi mengulas tentang Klub Arsenal juga terdapat bonus poster skuat The Invicible yang baru saja menjuarai Liga Inggris tanpa terkalahkan selama satu musim. Disitu aku mengenal pelatih Arsenal, Arsene Wenger, “orang ini pasti sangat hebat hingga bisa membuat klub ini menjuarai liga tanpa kalah” aku membatin. Aku mulai tertarik dengan apapun tentang Wenger, saat menonton Arsenal bertanding seringkali aku memperhatikan orang ini sangat tenang dan elegan, saat jumpa pers di televisi dia tidak sombong tidak sesumbar klubnya paling hebat dan aku memutuskan untuk mengidolai Arsene Wenger.
Aku sangat berterimakasih kepada orang-orang yang telah mengenalkanku pada sepakbola, mengajarkanku menendang bola, dan menikmati perasaan bahagia saat mencetak gol.
Suatu ketika di sore hari aku bersama anak lelakiku yang masih balita sedang menonton timnas bertanding di ruang keluarga lewat televisi, aku menempelkan stiker merah putih di kedua pipinya, memakaikan kaos warna merah dengan logo garuda di dada sebelah kiri dengan nama Luthfi dan nomor punggung 6 dibelakang, kemudian aku menata rambutnya dengan gaya mohawk, dia sangat antusias menonton televisi dan juga bola plastik yang dipegang erat-erat ditangannya.
Ditengah pertandingan tiba-tiba terdengar teriakan dari arah dapur “kurangi volume tivinya...berisik!!..”, aku tak menggubris suara itu dan tetap menikmati pertandingan, tak lama kemudian seorang wanita datang dengan marah-marah “aduhhhh....anakku sampeyan apakan ini, mas..” wanita itu terus saja ngomel-ngomel sambil merapikan rambut anaknya dan juga mencabut stiker merah putih di pipinya. Setelah wanita itu tenang dia bertanya padaku “ini kenapa kok beli bajunya harus nama Luthfi kan Egy lebih terkenal, mas?..” karena Luthfi adalah pemain terpenting di timnas. “penting apanya,,wong dia Cuma diem didepan bek, larinya juga area situ aja, terus pemain yang bernama Aimar di kaosmu waktu kecil itu apa juga pemain terpenting kok kamu beli?”
“Pablo Aimar memang pemain terpenting saat Valencia menjuarai Liga Spanyol, tapi bukan itu dek, alasan aku membeli seragam Valencia dengan nama dia”
“lha...terus karena apa?”
“karena Pablo Aimar mirip Tuan Frodo di film The Lord Of The Rings,,,hehhe”