Memburu Makhluk Penunggu Di Sungai Jayen

S O N I 7:58 PM 0


Sungai Jayen nampak tenang namun sebenarnya menakutkan, sungai dengan lebar yang cukup besar ini konon dahulu kala nama Jayen diambil dari ucapan para serdadu VOC atau orang sekitar menyebutnya tentara Londho ketika lewat sungai ini mereka sering mengucap...Giant....Giant...yang berarti besar atau raksasa, pengucapan Giant memang terdengar Jayen...Jayen...entah karena lebar sungai yang besar atau jangan-jangan para serdadu telah melihat mahluk penunggu sungai ini?..

Beberapa hari ini menurut pengakuan warga sekitar sungai, mereka telah kehilangan hewan ternak seperti ayam, bebek dan juga wedhus. Ada yang melihat dimakan buaya ada juga yang melihat anaconda. Setelah kejadian itu, beberapa orang ingin memburu makhluk tersebut.

Hari ini suhu udara agak dingin karena habis hujan lebat aliran sungai juga mengalir deras. Mas Torik terlihat sibuk dengan jebakan-jebakan yang terbuat dari tali tambang tak lupa sesekali menghisap rokok kretek samsoe dengan aroma khas nya yang lebih suka dilelet dengan choki-choki daripada dengan ampas kopi, Kres terlihat sedikit menggigil sedang sibuk mengasah parang dan membuat tombak beberapa tongkat dengan ujung besi cantolan, kemudian ada Lek Man sedang menyiapkan perahu kecil sambil menikmati rokok djarum super dimulutnya.

“ayo berangkat..” ucap Lek Man memberi komando untuk memulai perburuan, menyisir sepanjang sungai Jayen, tidak perlu menunggu lama kami langsung disambut beberapa rombongan Anaconda.

“SIAP-SIAP BRAY!!!..ROMBONGAN DATANG KEARAH KITA, SIAPKAN PERLAWANAN!!!..”teriak Mas To memperingatkan kami agar tetap waspada, aku dan Kres siap menebas kepala Anaconda dengan parang ditangan kanan jebakan jaring dan tali tambang sudah menunggu diluncurkan dengan tangan kiri, sementara Lek Man fokus pada perahu dan mengawasi sekitar.

“Ceprak....Ceprak....” Kres dengan sigap tanpa rasa takut menebas kawanan Anaconda kemudian memperingatkanku “hati-hati Mas!!...kepalanya masih bisa bergerak...” dengan hati-hati aku menarik jaring keatas perahu.

“SETAN ALASS!!!...WASPADA BRAAY!!...BUAYA WEROK...KERAHKAN KEKUATAN PENUH!!!...”teriak Mas To  sambil menyiapkan jebakan tali tambang “Kres!!...nanti kalo Buaya muter-muter...kamu ulur talinya, biarkan talinya melilit badan Monster itu!!..” “Lek Man nanti bantu angkat Buaya!!...”

“SIALAN!!!...BERRAATTT!!..”aku berteriak, lawan terlalu berat, monster berputar-putar, air terkoyak bergelombang tak beraturan, kemudian buaya menyenggol perahu hingga oleng “BRUAAKK..” kami sedikit panik, dari kejauhan terdengar suara kendaraan, tak lama kemudian ada seseorang memanggil “Kang Man!!...Jangan diteruskan!!...Langit makin hitam pekat!!...Mau Hujan Lagiii!!...” batinku Alhamdulillah kami terselamatkan. Aku hafal suara orang ini, tidak salah lagi Dia pasti Lek Marno anak pemilik Warung Mie Ayam terenak di Desa ini.

“ANAK-ANAK!!!...AYO MENTAS!!!...Angkat Hasil Buruan Keatas Bak Mobil” Lek Man menyuruh kami menyudahi misi perburuan.

Lek Man : “Kira-kira dapet berapa ini, Mar?...”
Lek Marno : “70rebu Kang...”
Lek Man: “Lho...Lho....kok segitu?..biasanya segini kan dapet 150, Mar?..”
Lek Marno: “Lha ini kan lebih banyak Bambunya daripada Balok Kayunya, Kang..kalo buat kayu bakar ini cuma keluar asapnya doang lah,,haha...”
Lek Man : “Tambahi dikit lah Mar,,kasian Anak-anak...”
Lek Marno: “yasudah...voucher gratis Mie Ayam malam ini...”
Lek Man : “Siyap Kumendan....”
Lek Man : " Anak-anak!!!...Ada laporan warga, melihat seekor Macan nggondol Wedhus di alas jati Memble, nanti malam rapat di Warungnya Marno..."

Parodi: Aku Ingin Melatih Seribu Musim Lagi

S O N I 9:36 AM 0


Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini pelatih yang malang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku ingin melatih seribu musim lagi.

*teks diatas sudah diedit, berikut adalah teks asli dari puisi "Aku" oleh Chairil Anwar




Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.